Latest Post

Bulan depan, UKM bisa bayar pajak lewat ATM

Written By Konsultan Pajak dan Keuangan on Thursday, 24 October 2013 | 23:04


JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjanjikan pembayaran pajak penghasilan (PPh) bagi pengusaha mikro, kecil, dan menengah beromzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun bisa dilakukan melalui automatic teller machine alias ATM.
Pembayaran PPh melalui ATM itu ditargetkan bisa beroperasi pada awal November 2013 mendatang. Hal ini ditegaskan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Kismantoro Petrus di Jakarta, Senin (21.10).

Dalam pengoperasian layanan pembayaran PPh dengan ATM tersebut, DJP akan mempersiapkan acara seremonial sosialisasinya. Kismantoro bilang, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sudah bersedia untuk memfasilitasi acara tersebut.
"Acaranya oleh Apindo, kami mengisi sebagai pembicara sosialisasi pajak tersebut," terang Kismantoro. Saat ini, DJP sedang membereskan aturan pembayarannya. Hingga sekarang ini, sudah ada dua bank besar milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sudah siap bergabung.
Sayangnya, Kismantoro masih enggan membeberkan nama dua bank pelat merah tersebut. Di akhir bulan ini akan menyusul dua bank lagi. Satunya bank besar milik BUMN dan satunya lagi bank swasta besar di Indonesia.

Asal tahu, sebelumnya Dirjen Pajak Fuad Rahmany pernah menuturkan pihaknya sedang melakukan penjajakan kepada bank-bank besar untuk pembayaran pajak UKM, seperti Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), dan Bank Central Asia (BCA). (kontan.co.id)

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 45/KM.11/2013 Tentang Nilai Kurs


MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR : 45/KM.11/2013

T E N T A N G

NILAI KURS SEBAGAI DASAR PELUNASAN BEA MASUK, PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH,
BEA KELUAR, DAN PAJAK PENGHASILAN YANG BERLAKU UNTUK
TANGGAL 23 OKTOBER 2013 SAMPAI DENGAN 29 OKTOBER 2013

MENTERI KEUANGAN
Menimbang : a.
bahwa untuk keperluan pelunasan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea Keluar, dan Pajak Penghasilan atas Pemasukan Barang, Utang Pajak yang berhubungan dengan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea Keluar, dan Penghasilan yang diterima atau diperoleh berupa uang asing, harus terlebih dahulu dinilai ke dalam uang rupiah;
  b.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Nilai Kurs sebagai Dasar Pelunasan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea Keluar, dan Pajak Penghasilan yang berlaku untuk tanggal 23 Oktober 2013 sampai dengan 29 Oktober 2013;
   

Mengingat : 1.
Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133);
  2.
Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor  150);
  3.
Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  4.
Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 39 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
  5.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan;
  6.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 347/KMK.01/2008 tentang Pelimpahan Wewenang Kepada Pejabat Eselon I Di Lingkungan Kementerian Keuangan Untuk dan Atas Nama Menteri Keuangan Menandatangani Surat dan atau Keputusan Menteri Keuangan;
   

Memperhatikan:
Surat Perintah Nomor PRIN-374/MK.01/2011.
  MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG NILAI KURS SEBAGAI DASAR PELUNASAN BEA MASUK, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, BEA KELUAR, DAN PAJAK PENGHASILAN YANG BERLAKU UNTUK TANGGAL 23 OKTOBER 2013 SAMPAI DENGAN 29 OKTOBER 2013.
   
PERTAMA :
Menetapkan Nilai Kurs sebagai Dasar Pelunasan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea Keluar, dan Pajak Penghasilan yang berlaku untuk tanggal 23 Oktober 2013 sampai dengan 29 Oktober 2013 sebagai berikut:
 
1
Rp.
11.099,00
Untuk dolar Amerika Serikat (USD)
1,-
2
Rp.
10.665,81
Untuk dolar Australia (AUD)
1,-
3
Rp.
10.758,66
Untuk dolar Canada (CAD)
1,-
4
Rp.
2.026,35
Untuk kroner Denmark (DKK)
1,-
5
Rp.
1.431,29
Untuk dolar Hongkong (HKD)
1,-
6
Rp.
3.511,22
Untuk ringgit Malaysia (MYR)
1,-
7
Rp.
9.385,08
Untuk dolar Selandia Baru (NZD)
1,-
8
Rp.
1.864,94
Untuk kroner Norwegia (NOK)
1,-
9
Rp.
17.855,45
Untuk poundsterling Inggris (GBP)
1,-
10
Rp.
8.940,07
Untuk dolar Singapura (SGD)
1,-
11
Rp.
1.721,52
Untuk kroner Swedia (SEK)
1,-
12
Rp.
12.241,56
Untuk franc Swiss (CHF)
1,-
13
Rp.
11.312,23
Untuk yen Jepang (JPY)
100,-
14
Rp.
11,41
Untuk kyat Myanmar (MMK)
1,-
15
Rp.
180,62
Untuk rupee India (INR)
1,-
16
Rp.
39.256,48
Untuk dinar Kuwait (KWD)
1,-
17
Rp.
104,55
Untuk rupee Pakistan (PKR)
1,-
18
Rp.
257,39
Untuk peso Philipina (PHP)
1,-
19
Rp.
2.959,15
Untuk riyal Saudi Arabia (SAR)
1,-
20
Rp.
84,68
Untuk rupee Sri Lanka (LKR)
1,-
21
Rp.
356,40
Untuk baht Thailand (THB)
1,-
22
Rp.
8.939,64
Untuk dolar Brunei Darussalam (BND)
1,-
23
Rp.
15.114,86
Untuk Euro (EUR)
1,-
24
Rp.
1.819,80
Untuk Renminbi China (CNY)
1,-
25
Rp.
10,43
Untuk Won Korea (KRW)
1,-
KEDUA :
Dalam hal kurs valuta asing lainnya tidak tercantum dalam diktum PERTAMA, maka nilai kurs yang digunakan sebagai dasar pelunasan adalah kurs spot harian valuta asing yang bersangkutan di pasar internasional terhadap dolar Amerika Serikat yang berlaku pada penutupan hari kerja sebelumnya dan dikalikan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan ini.
KETIGA :
Keputusan Menteri Keuangan ini berlaku untuk tanggal 23 Oktober 2013 sampai dengan 29 Oktober 2013.
   
 
Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 22 Oktober 2013

an. MENTERI KEUANGAN
   Plt. KEPALA BADAN KEBIJAKAN FISKAL
ttd.
BAMBANG P. S. BRODJONEGORO
NIP 196610131999031001

Sanksi Pajak Dihapus, Pokok Tetap Bayar

Written By Konsultan Pajak dan Keuangan on Wednesday, 16 October 2013 | 22:47


JAKARTA - Aturan pajak untuk sektor usaha kecil dan menengah (UKM) terus bergulir. Meski pemerintah menyatakan membuka kemungkinan untuk merevisi aturan tersebut, Direktorat Jenderal Pajak terus menjaring wajib pajak-wajib pajak baru.

Kepala Seksi Hubungan Eksternal Ditjen Pajak Chandra Budi mengatakan, aturan pajak UKM memang sesuatu yang baru. Karena itu, butuh sosialisasi intens agar pelaku UKM tidak salah mengerti. Misalnya, terkait penghapusan sanksi pajak bagi UKM yang telat membayar.

"Ini yang dihapus hanya sanksi, sedangkan pokok pajak tetap (harus dibayar). Bukan berarti boleh tidak bayar pajak," ujarnya kepada Jawa Pos, Selasa (15/10).

Sebagaimana diwartakan, mulai 1 Juli 2013 aturan pajak UKM efektif berlaku. Payung hukum aturan ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 46/2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

Aturan ini memuat kewajiban pembayaran pajak pelaku UKM dengan omzet hingga Rp 4,8 miliar per tahun untuk membayar pajak penghasilan (PPh) dengan tarif 1 persen dari nilai omzet. Dalam aturan ini, tidak diatur batas bawah omzet pelaku usaha yang dikenai pajak.

Chandra mengilustrasikan, seorang pelaku UKM memiliki omzet rata-rata Rp 200 juta per bulan, sehingga kewajiban pajaknya adalah Rp 2 juta per bulan. Untuk periode Juli-Desember, pelaku UKM tersebut harus membayar pajak Rp 12 juta.

Jika pelaku UKM tersebut belum membayar pajaknya tahun ini, seharusnya dikenai sanksi 2 persen dari nilai pajak setiap bulan. Misalnya untuk pajak Juli yang seharusnya dibayarkan pada 15 Agustus, namun tidak dibayar, sanksinya adalah 2 persen dari Rp 2 juta atau Rp 40 ribu per bulan. Demikian pula untuk denda pajak bulan-bulan berikutnya.

Jika seluruh pajak dibayar pada tahun depan, total denda pajak periode Juli hingga Desember adalah Rp 840 ribu. "Nah karena sanksi dihapus, tahun depan pelaku usaha hanya membayar kewajiban pokok pajak Rp 12 juta. Sedangkan denda Rp 840 ribu tidak perlu dibayar," jelasnya.

Menurut Chandra, aturan penghapusan sanksi pajak diberlakukan mengingat masih banyaknya pelaku UKM yang belum mendapat sosialisasi aturan pajak UKM dari petugas pajak. Lantas berapa banyak UKM yang sudah terdaftar sebagai wajib pajak baru?

Chandra menyebut, saat ini data ekstensifikasi atau tambahan wajib pajak baru dari pelaku UKM masih dalam tahap pengumpulan. Pada periode 1 September-30 November, Direktorat Jenderal Pajak memang tengah melakukan sensus pajak. "Jadi hasilnya bisa diketahui akhir November. Tapi hasil laporan sementara dari kantor-kantor pajak, trennya positif karena jumlah UKM yang terdaftar cukup banyak," ujarnya. (jpnn.com)

Penerbitan ISAK 27, ISAK 28, ISAK 29, & PPSAK 12


Berita DSAK (iaiglobal.or.id)
Pada tanggal 12 Juli 2013 Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI) telah mengesahkan tiga Interpretasi dan satu Pernyataan Pencabutan, yaitu:
  1. ISAK 27: Pengalihan Aset dari Pelanggan;
  2. ISAK 28: Pengakhiran Liabilitas Keuangan dengan Instrumen Ekuitas;
  3. ISAK 29: Biaya Pengupasan Lapisan Tanah dalam Tahap Produksi pada Tambang Terbuka; dan
  4. PPSAK 12: Pencabutan PSAK 33: Aktivitas Pengupasan Lapisan Tanah dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pertambangan Umum

Interpretasi dan Pernyataan Pencabutan tersebut berlaku efektif pada 1 Januari 2014, dan bagi entitas yang ingin menerapkan lebih dini diperkenankan. 
Buku cetak ISAK 27, 28, 29, dan PPSAK 12 tersedia di IAI mulai tanggal 23 Oktober 2013. 
Pemesanan dapat ditujukan melalui email: ipan.sukmana@iaiglobal.or.id atau melalui telp (021) 3190 4232 ext 324
Untuk memudahkan pemahaman, terlampir adalah ikhtisar ringkas dari Interpretasi dan Pernyataan Pencabutan

Ikhtisar ringkas ISAK 27: Pengalihan Aset dari Pelanggan
ISAK 27: Pengalihan Aset dari Pelanggan mengatur, apabila entitas menerima pengalihan aset ataupun kas dari pelanggan dalam konteks untuk menkonstruksi aset yang digunakan untuk menghubungkan layanan jasa yang diberikan oleh entitas. Bagaimana entitas harus mengakui pengalihan tersebut? Bagaimana entitas harus mencatat kas yang diterima jika entitas mengalihkan dalam bentuk kas? ISAK ini memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Isu yang dibahas dalam ISAK 27 ini adalah:
(a) pemenuhan definisi aset atas aset tetap dan aset yang diperoleh atau dikonstruksi dengan menggunakan kas yang dialihkan oleh pelanggan.
(b) pengakuan dan pengukuran aset alihan.
(c) saldo kredit yang dihasilkan dari transaksi pencatatan pengalihan aset.
(d) identifikasi jasa yang dapat diidentifikasi secara terpisah.
(e) pengakuan pendapatan atas jasa yang telah diidentifikasi.
(f) pencatatan kas yang dialihkan.

Ikhtisar ringkas ISAK 28: Pengakhiran Liabilitas Keuangan dengan Instrumen Ekuitas
ISAK 28: Pengakhiran Liabilitas Keuangan dengan Instrumen Ekuitas mengatur, ketika entitas sebagai debitur ingin menyelesaikan liabilitas keuangannya melalui mekanisme penerbitkan instrumen ekuitas (debt for equity swaps).  ISAK ini memberikan panduan terkait penyelesaian sebagian ataupun seluruh liabilitas dengan menerbitkan instrumen ekuitas. Bagaimana entitas harus mencatat penyelesaian sebagian liabilitas dengan menerbitkan instrumen ekuitas? Bagaimana entitas harus mengakui perbedaan antara nilai tercatat awal liabilitas yang akan diselesaikan dengan nilai tercatat instrumen ekuitas? ISAK ini memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
ISAK 28 mengatur mengenai:
(a) Penerbitan instrumen ekuitas milik entitas kepada kreditur untuk mengakhiri seluruh atau sebagian liabilitas keuangan merupakan jumlah yang dibayarkan sesuai dengan PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran paragraf 41.
(b) Pengukuran instrumen ekuitas yang diterbitkan untuk mengakhiri liabilitas keuangan berdasarkan nilai wajar instrumen ekuitas yang diterbitkan, jika tidak dapat diukur secara andal maka diukur berdasarkan nilai yang mencerminkan nilai wajar liabilitas keuangan yang diakhiri.
(c) Liabilitas keuangan yang diakhiri sebagian, maka entitas menilai apakah sebagian dari jumlah yang dibayarkan terkait dengan modifikasi persyaratan dari liabilitas yang masih tersisa. Jika terkait, maka entitas mengalokasikan jumlah yang dibayarkan antara bagian dari liabilitas yang diakhiri dan bagian dari liabilitas yang tersisa.
(d) Perbedaan antara nilai tercatat liabilitas keuangan (atau bagian dari liabilitas keuangan) yang diakhiri, dengan jumlah yang dibayarkan, diakui dalam laba rugi sesuai dengan PSAK 55 paragraf 41. Instrumen ekuitas yang diterbitkan untuk mengakhiri liabilitas keuangan diakui di awal dan diukur pada tanggal liabilitas keuangan (bagian dari liabilitas keuangan tersebut) diakhiri.

Ikhtisar ringkas ISAK 29: Biaya Pengupasan Lapisan Tanah dalam Tahap Produksi pada Tambang Terbuka
ISAK 29: Biaya Pengupasan Lapisan Tanah dalam Tahap Produksi pada Tambang Terbuka mengatur, ketika entitas pertambangan akan menambang pada suatu daerah tertentu, dan harus memindahkan material tanah yang menutupi tambang. ISAK ini memberikan panduan terkait biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memindahkan meterial tanah penutup, apakah diakui sebagai aset atau dibebankan langsung. Bagaimana entitas harus mencatat seluruh pengeluaran atas aktivitas pengupasan lapisan tanah jika terkait dengan persediaan tambang atau jika tidak terkait dengan persedian tambang? Apa kriteria pengeluaran yang boleh dikapitalisasi sesuai dengan ISAK ini? ISAK ini memberikan panduan atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Interpretasi ini mengatur biaya pemindahan material yang timbul dalam aktivitas penambangan terbuka selama tahap produksi (“biaya pengupasan lapisan tanah pada tahap produksi”). Beberapa isu terkait dengan biaya pengupasan lapisan tanah menjadi bahasan dalam Interpretasi ini, di antaranya:
(a) pengakuan biaya pengupasan lapisan tanah pada tahap produksi sebagai aset;
(b) pengukuran awal aset aktivitas pengupasan lapisan tanah; dan
(c) pengukuran selanjutnya aset aktivitas pengupasan lapisan tanah.

Ikhtisar ringkas PPSAK 12: Pencabutan PSAK 33: Aktivitas Pengupasan Lapisan Tanah dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pertambangan Umum
PPSAK ini menjelaskan apa alasan pencabutan PSAK 33: Aktivitas Pengupasan Lapisan Tanah dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pertambangan Umum? dan bagaimana ketentuan transisi atas pencabutan PSAK 33.

(diambil dari website iaiglobal.or.id)

Pajak Anda untuk ketahanan nasional

Written By Konsultan Pajak dan Keuangan on Sunday, 13 October 2013 | 19:23

antaranews.com. Senin, 14 Oktober 2013


Hingar bingar peringatan Hari Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih terasa di sekitar kita, terutama di seputaran Monumen Nasional, tempat penyelenggaraan Pameran Peralatan Perang yang dimiliki oleh TNI. Kita patut turut berbangga dengan canggihnya peralatan tempur yang dimiliki oleh TNI. Sebagai alat utama pertahanan negara, TNI mempunyai peran penting dalam kegiatan bernegara.

Pada awal berdirinya, negara kita menghadapai bermacam tantangan di berbagai sektor, baik yang timbul dari dalam negeri maupun dari pihak luar. Tantangan terberat berasal dari keinginan para penjajah untuk menancapkan kembali kukunya di bumi pertiwi. Bersyukurlah, kemudian sejarah membuktikan, bahwa kita memiliki tentara yang tangguh dan didukung oleh masyarakat, sehingga kedaulatan Republik Indonesia dapat dipertahankan. 

Ketangguhan TNI dapat terwujud karena adanya program pemberdayaan sumber daya manusia dan program modernisasi alat tempur guna mengatasi tantangan yang berkembang atas ancaman non-tradisional terhadap keamanan. Meningkatnya kepentingan pertahanan dan keamanan terkait teknologi, termasuk dari ancaman cyber crime, juga merupakan alasan bagi modernisasi militer.

Melalui APBN 2013, TNI memperoleh anggaran sebanyak Rp 81,8 triliun. Dana ini meningkat dari anggaran tahun lalu yang hanya 72,54 triliun. Dana ini selain digunakan untuk pembiayaan rutin, seperti gaji prajurit dan pemeliharaan peralatan tempur, juga akan digunakan untuk menambah kekuatan peralatan tempur.

Enam buah jet tempur Sukhoi Su-30 MK2, beberapa pesawat CN 295 yang akan menggantikan Fokker 27, CN 235 MPA, beberapa jenis Helikopter Serang maupun full combat¸ beberapa macam kendaraan tempur seperti Main Battle Tank, Kapal Korvet dan artileri pendukungnya adalah beberapa jenis peralatan yang akan ditambahkan di tahun 2013 ini.

Dari mana negara membiayai kebutuhannya untuk modernisasi peralatan tempur tersebut? Pada dasarnya sumber penerimaan negara berasal dari dua sumber: dalam negeri dan luar negeri. Penerimaan dalam negeri diantaranya berasal dari hasil penjualan sumber daya alam  dan pembayaran pajak. Sedangkan penerimaan dari luar negeri diantaranya berupa hutang maupun hibah dari negara lain. 

Walaupun Indonesia termasuk negara yang mempunyai banyak kekayaan alam, namun kita tidak dapat terus menerus bergantung padanya. Karena sumber daya alam tidak mempunyai sifat terbarukan, sehingga dengan eksploitasi secara terus menerus sumber daya alam tersebut akan semakin berkurang dan habis. 

Kita pun tidak dapat selamanya menggantungkan diri selamanya dari hutang maupun bantuan dari luar negeri. Sejarah membuktikan bahwa hutang maupun bermacam bantuan tersebut tidak bebas dari beberapa persyaratan yang seringkali memberatkan. There is no such a free lunch. 

Agar negara kita juga berdaulat secara finansial, negara harus membiayai pembangunan secara mandiri, sehingga bebas intervensi dari negara lain. Itu berarti kita memaksimalkan penerimaan dalam negeri dan meminimalisir sumber dana dari luar negeri. Saat ini, hasil penjualan sumber daya alam sebagai salah satu penerimaan negara, semakin berkurang. Hanya dari pajaklah kita menggantungkan sebagian besar penerimaan negara. Dengan kata lain, untuk berdaulat secara finansial, penerimaan pajak harus terus diperbesar agar negara kita semakin mandiri.

Postur APBN 2013 menunjukkan bahwa sekitar 70% penerimaan negara berasal dari pajak, yang merupakan kontribusi nyata Anda dalam Pembangunan. Sehingga dapat dikatakan bahwa Anda, para pembayar pajak, turut berkontribusi dalam program ketahanan nasional Republik Indonesia. Ya, kebanggaan kita memiliki ketahanan nasional yang tangguh adalah buah dari partisipasi membayar pajak. Bangga bayar pajak.

Kadin : Kejar Penerimaan Pajak Perusahaan Besar

Written By Konsultan Pajak dan Keuangan on Friday, 11 October 2013 | 01:49


WE.CO.ID, Jakarta - Wakil Ketua Komite Tetap Pajak Kadin Prijohandojo Kristanto meminta pemerintah untuk fokus mendorong penerimaan pajak dari perusahaan besar yang selama ini belum maksimal dalam memenuhi kewajiban perpajakan.

"Seharusnya pegawai pajak yang saat ini berjumlah 32 ribu fokus untuk mengejar penerimaan dari perusahaan besar karena potensi yang didapat juga besar," ujarnya dalam pemaparan di Jakarta, Rabu (9/10/2013).

Prijohandojo menyarankan agar pemerintah tidak lagi mengejar penerimaan dari sektor yang kurang potensial seperti pengusaha kecil, mikro dan menengah serta Wajib Pajak Orang Pribadi yang jumlahnya tidak signifikan dibandingkan perusahaan besar.

"Kalau fokus pada perusahaan besar seperti perusahaan tambang atau perkebunan, itu bisa didapat, daripada ke 20 juta orang pribadi yang setiap tahun hanya melaporkan surat pemberitahuan nihil," katanya.

Selain itu, ia meminta adanya peran konsultan pajak yang lebih maksimal kepada para pengusaha, agar mereka dapat memenuhi kewajiban perpajakan secara tepat dan tidak menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.

"Konsultan itu menjadi pihak penengah, karena pengusaha juga membutuhkan orang yang tahu membayar pajak seperti apa. Pungutan pajak itu wajib, tapi pengusaha juga menginginkan adanya kepastian," katanya.

Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Sukiatto Oyong menambahkan konsultan pajak secara bebas memiliki kewajiban profesional kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan sesuai peraturan perundangan berlaku.

"Peran konsultan pajak bukan untuk membantu wajib pajak mencari celah tidak membayar pajak, namun agar mereka dapat menggunakan kewajiban hak perpajakan secara benar dan tidak terkena denda," katanya.

Ia juga mengatakan tugas konsultan pajak dapat meningkatkan kepatuhan para Wajib Pajak untuk membayar pajak dan secara tidak langsung memberikan kontribusi kepada negara dalam meningkatkan penerimaan perpajakan.

"Di Amerika Serikat, ada survei bahwa dengan peningkatan peran konsultan pajak, maka kepatuhan meningkat dalam menghitung dan melapor pajak. Kami ingin seperti itu, agar jangan terjadi multitafsir dalam mendukung penerimaan negara," katanya. (Ant)

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 44/KM.11/2013 Tentang Nilai Kurs

Written By Konsultan Pajak dan Keuangan on Wednesday, 9 October 2013 | 01:47


MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR : 44/KM.11/2013

T E N T A N G

NILAI KURS SEBAGAI DASAR PELUNASAN BEA MASUK, PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH,
BEA KELUAR, DAN PAJAK PENGHASILAN YANG BERLAKU UNTUK
TANGGAL 9 OKTOBER 2013 SAMPAI DENGAN 22 OKTOBER 2013

MENTERI KEUANGAN
Menimbang : a.
bahwa untuk keperluan pelunasan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea Keluar, dan Pajak Penghasilan atas Pemasukan Barang, Utang Pajak yang berhubungan dengan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea Keluar, dan Penghasilan yang diterima atau diperoleh berupa uang asing, harus terlebih dahulu dinilai ke dalam uang rupiah;
  b.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Nilai Kurs sebagai Dasar Pelunasan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea Keluar, dan Pajak Penghasilan yang berlaku untuk tanggal 9 Oktober 2013 sampai dengan 22 Oktober 2013;
   

Mengingat : 1.
Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133);
  2.
Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor  150);
  3.
Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  4.
Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 39 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
  5.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan;
  6.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 347/KMK.01/2008 tentang Pelimpahan Wewenang Kepada Pejabat Eselon I Di Lingkungan Kementerian Keuangan Untuk dan Atas Nama Menteri Keuangan Menandatangani Surat dan atau Keputusan Menteri Keuangan;
   

Memperhatikan:
Surat Perintah Nomor PRIN-374/MK.01/2011.
  MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG NILAI KURS SEBAGAI DASAR PELUNASAN BEA MASUK, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, BEA KELUAR, DAN PAJAK PENGHASILAN YANG BERLAKU UNTUK TANGGAL 9 OKTOBER 2013 SAMPAI DENGAN 22 OKTOBER 2013.
 
PERTAMA :
Menetapkan Nilai Kurs sebagai Dasar Pelunasan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea Keluar, dan Pajak Penghasilan yang berlaku untuk tanggal 9 Oktober 2013 sampai dengan 22 Oktober 2013 sebagai berikut:
 
1
Rp.
11.366,00
Untuk dolar Amerika Serikat (USD)
1,-
2
Rp.
10.688,29
Untuk dolar Australia (AUD)
1,-
3
Rp.
11.016,42
Untuk dolar Canada (CAD)
1,-
4
Rp.
2.067,82
Untuk kroner Denmark (DKK)
1,-
5
Rp.
1.465,65
Untuk dolar Hongkong (HKD)
1,-
6
Rp.
3.545,62
Untuk ringgit Malaysia (MYR)
1,-
7
Rp.
9.423,34
Untuk dolar Selandia Baru (NZD)
1,-
8
Rp.
1.899,39
Untuk kroner Norwegia (NOK)
1,-
9
Rp.
18.329,34
Untuk poundsterling Inggris (GBP)
1,-
10
Rp.
9.101,04
Untuk dolar Singapura (SGD)
1,-
11
Rp.
1.779,26
Untuk kroner Swedia (SEK)
1,-
12
Rp.
12.572,68
Untuk franc Swiss (CHF)
1,-
13
Rp.
11.660,68
Untuk yen Jepang (JPY)
100,-
14
Rp.
11,68
Untuk kyat Myanmar (MMK)
1,-
15
Rp.
183,66
Untuk rupee India (INR)
1,-
16
Rp.
40.190,96
Untuk dinar Kuwait (KWD)
1,-
17
Rp.
107,28
Untuk rupee Pakistan (PKR)
1,-
18
Rp.
263,05
Untuk peso Philipina (PHP)
1,-
19
Rp.
3.030,52
Untuk riyal Saudi Arabia (SAR)
1,-
20
Rp.
86,50
Untuk rupee Sri Lanka (LKR)
1,-
21
Rp.
363,42
Untuk baht Thailand (THB)
1,-
22
Rp.
9.100,31
Untuk dolar Brunei Darussalam (BND)
1,-
23
Rp.
15.424,85
Untuk Euro (EUR)
1,-
24
Rp.
1.856,54
Untuk Renminbi China (CNY)
1,-
25
Rp.
10,61
Untuk Won Korea (KRW)
1,-
KEDUA :
Dalam hal kurs valuta asing lainnya tidak tercantum dalam diktum PERTAMA, maka nilai kurs yang digunakan sebagai dasar pelunasan adalah kurs spot harian valuta asing yang bersangkutan di pasar internasional terhadap dolar Amerika Serikat yang berlaku pada penutupan hari kerja sebelumnya dan dikalikan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan ini.
KETIGA :
Keputusan Menteri Keuangan ini berlaku untuk tanggal 9 Oktober 2013 sampai dengan 22 Oktober 2013.
 
 
Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 8 Oktober 2013

an. MENTERI KEUANGAN
   Plt. KEPALA BADAN KEBIJAKAN FISKAL
ttd.
BAMBANG P. S. BRODJONEGORO
NIP 196610131999031001

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2012 Tentang Pedoman Layanan Publik


MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 132/PMK.01/2012

TENTANG

PEDOMAN LAYANAN INFORMASI PUBLIK
DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang
:
bahwa dengan telah diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pedoman Layanan Informasi Publik Di Lingkungan Kementerian Keuangan;
Mengingat
:
1.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);
   
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5149);
   
3.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Keuangan;
   
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEDOMAN LAYANAN INFORMASI PUBLIK DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN.
   
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
   
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
   
1.
Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh Kementerian Keuangan yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan peraturan perundangan mengenai Keterbukaan Informasi Publik serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.
   
2.
Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, atau organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
   
3.
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi yang selanjutnya disingkat PPID adalah pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan Informasi Publik di lingkungan Kementerian Keuangan.
   
4.
Atasan PPID adalah pejabat yang merupakan atasan langsung PPID.
   
5.
Daftar Informasi Publik adalah catatan yang berisi keterangan secara sistematis mengenai seluruh Informasi Publik yang berada di bawah penguasaan Badan Publik, tidak termasuk informasi yang dikecualikan.
   
6.
Pengguna Informasi Publik adalah perseorangan, kelompok orang, badan hukum, dan Badan Publik yang menggunakan Informasi Publik sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini.
   
7.
Pemohon Informasi Publik adalah warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang mengajukan permintaan Informasi Publik sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
   
8.
Pengujian Konsekuensi adalah pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu Informasi Publik diberikan kepada masyarakat dengan mempertimbangkan secara seksama bahwa menutup Informasi Publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membuka atau sebaliknya.
   
9.
Pengklasifikasian Informasi Publik adalah penetapan informasi sebagai Informasi Publik yang dikecualikan berdasarkan Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik.
   
10.
Sengketa Informasi Publik adalah sengketa yang terjadi antara Kementerian Keuangan sebagai Badan Publik dan Pengguna Informasi Publik yang berkaitan dengan hak memperoleh dan menggunakan Informasi Publik berdasarkan peraturan perundang-undangan.
   
11.
Menteri adalah Menteri Keuangan.
   
BAB II
TUJUAN

Pasal 2
   
Peraturan Menteri ini bertujuan untuk:
   
a.
menjadi pedoman bagi seluruh pihak yang berhubungan dengan Informasi Publik dan dokumentasi di lingkungan Kementerian Keuangan, PPID, dan Atasan PPID di lingkungan Kementerian Keuangan, serta Pemohon Informasi Publik; dan
   
b.
menjamin terwujudnya penyelenggaraan keterbukaan Informasi Publik sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang keterbukaan Informasi Publik.
   
BAB III
PPID
Bagian Kesatu
Penetapan PPID
Pasal 3
   
(1)
Menteri menetapkan PPID dan Koordinator PPID di lingkungan Kementerian Keuangan.
   
(2)
PPID dan Koordinator PPID sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan pejabat eselon II yang membidangi penyediaan dan/atau pelayanan Informasi Publik dan/atau kehumasan pada masing-masing unit eselon I.
   
Bagian Kedua
Tanggung Jawab, Tugas, dan Wewenang PPID
Pasal 4
   
(1)
PPID bertanggung jawab kepada Atasan PPID.
   
(2)
Atasan PPID bertanggung jawab kepada Menteri.
   
(3)
PPID mempunyai tanggung jawab melakukan penyediaan, penyimpanan, pendokumentasian, pelayanan, dan pengamanan Informasi Publik.
   
(4)
Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3), PPID bertugas melakukan:
     
a.
penetapan prosedur operasional dalam rangka pelaksanaan tugas dan kewenangan PPID;
     
b.
pengujian Konsekuensi terhadap Informasi Publik yang tidak dapat diakses oleh Pemohon Informasi Publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang, atau yang disebut Informasi Publik yang dikecualikan;
      c. penetapan klasifikasi Informasi Publik yang dikecualikan dan/atau pengubahannya dengan persetujuan Atasan PPID;
     
d.
penetapan pertimbangan tertulis atas setiap kebijakan yang diambil guna memenuhi hak setiap orang atas Informasi Publik;
     
e.
penghitaman atau pengaburan Informasi Publik yang dikecualikan beserta alasannya;
     
f.
pembuatan, pemeliharaan, dan/atau pemutakhiran Daftar Informasi Publik secara berkala;
     
g.
pengkoordinasian dalam rangka:
       
1)
pengumpulan seluruh Informasi Publik pada masing-masing unit eselon I tempat PPID bertugas, yang meliputi;
         
a)
Informasi Publik yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala;
         
b)
Informasi Publik yang wajib diumumkan secara serta merta;
         
c)
Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat; dan
         
d)
Informasi Publik yang dikecualikan;
       
2)
pemberian pelayanan Informasi Publik yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
       
3)
pendataan Informasi Publik yang dikuasai oleh masing-masing unit eselon I tempat PPID bertugas, dalam rangka pembuatan dan pemutakhiran Daftar Informasi Publik sebagaimana format yang tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
       
4)
pengembangan kapasitas pejabat fungsional dan/atau petugas informasi dalam rangka peningkatan kualitas layanan Informasi Publik; dan
       
5)
pemberian alasan tertulis atas pengecualian Informasi Publik secara jelas dan tegas, dalam hal permohonan Informasi Publik ditolak;
     
h.
penyampaian laporan layanan Informasi Publik kepada Atasan PPID setiap bulan dan kepada Koordinator PPID pada setiap bulan Januari tahun anggaran berikutnya dan/atau jika diperlukan, yang meliputi:
       
1)
jumlah permintaan Informasi Publik yang diterima;
       
2)
waktu yang diperlukan PPID dalam memenuhi setiap permintaan Informasi Publik;
       
3)
jumlah pemberian dan penolakan permintaan Informasi Publik; dan/atau
       
4)
alasan penolakan permintaan Informasi Publik.
   
Pasal 5
   
Dalam melaksanakan tanggung jawab dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, PPID dibantu oleh pejabat fungsional dan/atau petugas informasi yang diangkat dan/atau ditunjuk oleh masing-masing Atasan PPID.
   
Pasal 6
   
Dalam melaksanakan tanggung jawab dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, PPID berwenang:
   
a.
menolak permohonan Informasi Publik secara tertulis apabila Informasi Publik yang dimohon termasuk Informasi Publik yang dikecualikan dan/atau rahasia, dengan disertai alasan dan pemberitahuan tentang hak dan tata cara bagi Pemohon Informasi Publik untuk mengajukan keberatan atas penolakan tersebut; dan
   
b.
menugaskan pejabat fungsional dan/atau petugas informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 untuk membuat, memelihara, dan/atau memutakhirkan Daftar Informasi Publik secara berkala.
   
Bagian Ketiga
Koordinator PPID
Pasal 7
   
(1)
Koordinator PPID di lingkungan Kementerian Keuangan yaitu PPID pada unit Sekretariat Jenderal.
   
(2)
Koordinator PPID bertugas:
     
a.
melakukan koordinasi, harmonisasi, dan fasilitasi PPID di lingkungan Kementerian Keuangan; dan
     
b.
menyampaikan laporan layanan tahunan kepada Komisi Informasi dan salinan laporan layanan tahunan kepada Menteri melalui Sekretaris Jenderal.
   
BAB IV
INFORMASI PUBLIK YANG WAJIB DISEDIAKAN
DAN DIUMUMKAN
   
Bagian Pertama
Informasi Publik yang Wajib Disediakan
dan Diumumkan Secara Berkala
Pasal 8
   
(1)
Informasi Publik yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala meliputi:
     
a.
Informasi Publik yang berkaitan dengan unit eselon I;
     
b.
Informasi Publik mengenai kegiatan dan kinerja unit eselon I;
     
c.
Informasi Publik mengenai laporan keuangan yang telah diaudit; dan/atau
     
d.
Informasi Publik lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
   
(2)
Kewajiban memberikan dan menyampaikan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan.
   
Bagian Kedua
Informasi Publik yang Wajib
Diumumkan Secara Serta Merta

Pasal 9
   
Informasi Publik yang wajib diumumkan secara serta merta meliputi Informasi Publik yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum
   
Bagian Ketiga
Informasi Publik yang Wajib Tersedia Setiap Saat

Pasal 10
   
(1)
Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat meliputi:
     
a.
Daftar Informasi Publik yang berada di bawah penguasaan unit eselon I, tidak termasuk Informasi Publik yang dikecualikan;
     
b.
hasil keputusan unit eselon I dan pertimbangannya;
     
c.
seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya;
     
d.
rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan unit eselon I;
     
e.
perjanjian unit eselon I dengan pihak ketiga, kecuali yang dinilai bersifat rahasia;
     
f.
Informasi Publik dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum;
     
g.
prosedur kerja pegawai unit eselon I yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat; dan
     
h.
laporan mengenai pelayanan akses Informasi Publik sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
   
(2)
Informasi Publik yang telah dinyatakan terbuka bagi masyarakat berdasarkan mekanisme keberatan dan/atau penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang telah dinyatakan sebagai Informasi Publik yang dapat diakses oleh Pengguna Informasi Publik.
   
BAB V
INFORMASI PUBLIK YANG DIKECUALIKAN
Pasal 11
   
Informasi Publik yang dikecualikan meliputi:
   
a.
Informasi Publik yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan; dan/atau
   
b.
Informasi Publik lainnya dengan kriteria:
     
1.
tidak termasuk dalam Informasi Publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10;
     
2.
belum ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
     
3.
dinilai bersifat rahasia; dan/atau
     
4.
masih dalam proses pemeriksaan.
   
Pasal 12
   
(1)
Pengklasifikasian Informasi Publik dibuat oleh PPID berdasarkan Pengujian Konsekuensi secara seksama dan penuh ketelitian sebelum Informasi Publik tertentu dinyatakan dikecualikan untuk diakses oleh setiap orang.
   
(2)
Pengklasifikasian Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh PPID atas persetujuan Atasan PPID.
   
Pasal 13
   
(1)
Pengklasifikasian Informasi Publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ditetapkan dalam bentuk surat penetapan klasifikasi.
   
(2)
Surat penetapan klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
     
a.
jenis klasifikasi Informasi Publik yang dikecualikan;
     
b.
identitas PPID yang menetapkan;
     
c.
unit kerja PPID yang menetapkan;
     
d.
jangka waktu pengecualian;
     
e.
alasan pengecualian; dan
     
f.
tempat dan tanggal penetapan.
   
BAB VI
STANDAR PENGELOLAAN, PELAYANAN,
DAN DOKUMENTASI INFORMASI PUBLIK

Pasal 14


Standar pengelolaan, pelayanan, dan dokumentasi Informasi Publik dilakukan dengan cara:


a.
melakukan kompilasi dan menyediakan Informasi Publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;


b.
menyediakan dan mengumumkan Informasi Publik berbasis web dan media lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;


c.
menyimpan dan melakukan pengamanan Informasi Publik;


d.
menyiapkan sarana dan prasarana yang menunjang pelaksanaan pengelolaan dan dokumentasi Informasi Publik; dan


e.
menyusun standar prosedur operasi pengelolaan, pelayanan, dan dokumentasi Informasi Publik.


BAB VII
MEKANISME UNTUK MEMPEROLEH INFORMASI PUBLIK
Pasal 15


(1)
Permohonan untuk memperoleh Informasi Publik dapat dilakukan secara tertulis atau tidak tertulis.


(2)
Dalam hal permohonan diajukan secara tertulis, Pemohon Informasi Publik:



a.
mengisi formulir permohonan Informasi Publik sebagaimana format yang tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan



b.
membayar biaya salinan dan/atau pengiriman Informasi Publik apabila diperlukan.


(3)
Dalam hal permohonan diajukan secara tidak tertulis, PPID memastikan permohonan Informasi Publik tercatat dalam formulir permohonan Informasi Publik.



Pasal 16


(1)
PPID wajib mengkoordinasikan pencatatan permohonan Informasi Publik dalam buku register permohonan Informasi Publik sebagaimana format yang tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


(2)
PPID wajib memastikan formulir permohonan Informasi Publik yang telah diberikan nomor pendaftaran sebagai tanda bukti permohonan Informasi Publik, diserahkan kepada Pemohon Informasi Publik.


(3)
PPID wajib memastikan diberikannya nomor pendaftaran pada saat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap persyaratannya, dalam hal permohonan Informasi Publik dilakukan melalui surat elektronik atau Pemohon Informasi Publik datang langsung.


(4)
PPID wajib memastikan nomor pendaftaran dikirimkan kepada Pemohon Informasi Publik pada saat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap persyaratannya, dalam hal permohonan Informasi Publik dilakukan melalui surat, faksimili atau cara lain yang tidak memungkinkan untuk memberikan nomor pendaftaran secara langsung.


(5)
Nomor pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat diberikan bersamaan dengan pemberitahuan tertulis atau pada saat pengiriman Informasi Publik.


(6)
PPID wajib menyimpan salinan formulir permohonan Informasi Publik yang telah diberikan nomor pendaftaran sebagai tanda bukti permohonan Informasi Publik.


Pasal 17


(1)
Dalam hal Pemohon Informasi Publik bermaksud untuk melihat dan mengetahui Informasi Publik, PPID:



a.
memberikan akses bagi Pemohon Informasi Publik untuk melihat, membaca, dan/atau memeriksa Informasi Publik yang dimohonkan di tempat yang memadai;



b.
memberikan alasan tertulis apabila permohonan Informasi Publik ditolak sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan; dan



c.
memberikan penjelasan mengenai tata cara mengajukan keberatan beserta formulirnya apabila dikehendaki Pemohon Informasi Publik.


(2)
Dalam hal Pemohon Informasi Publik meminta salinan Informasi Publik, PPID wajib mengkoordinasikan dan memastikan bahwa:



a.
Pemohon Informasi Publik memiliki akses untuk melihat, membaca, dan/atau memeriksa Informasi Publik yang dimohon di tempat yang memadai;



b.
Pemohon Informasi Publik mendapatkan salinan Informasi Publik yang diperlukan;



c.
terdapat alasan tertulis apabila permohonan Informasi Publik ditolak; dan



d.
terdapat penjelasan mengenai tata cara pengajuan keberatan beserta formulirnya apabila dikehendaki Pemohon Informasi Publik.


(3)
PPID memastikan Pemohon Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibantu dalam memenuhi mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.


(4)
PPID wajib memastikan permohonan Pemohon Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tercatat dalam buku register permohonan Informasi Publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.


Pasal 18


(1)
Terhadap permohonan Pemohon Informasi Publik, PPID menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai dapat atau tidak dapatnya Kementerian Keuangan memberikan jawaban sebagaimana format yang tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


(2)
Pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan Pemohon Informasi Publik diterima PPID.


(3)
Dalam hal Informasi Publik yang dimohonkan dapat diberikan baik sebagian maupun seluruhnya, Informasi Publik akan disampaikan bersamaan dengan pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2).


(4)
Dalam hal permohonan Informasi Publik ditolak, PPID wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis bersamaan dengan Surat Keputusan PPID tentang Penolakan Permohonan Informasi sebagaimana contoh yang tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


(5)
Dalam hal PPID tidak dapat menyampaikan pemberitahuan tertulis dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), PPID dapat meminta perpanjangan waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja dan tidak dapat diperpanjang lagi.


(6)
Perpanjangan waktu sebagaimana yang dimaksud pada ayat (6) dapat dilakukan dalam hal PPID belum:



a.
menguasai Informasi Publik yang dimohonkan;



b.
mendokumentasikan Informasi Publik yang dimohonkan; dan/atau



c.
memutuskan apakah Informasi Publik yang dimohonkan termasuk Informasi Publik yang dikecualikan.


BAB VIII
KEBERATAN

Bagian Kesatu
Dasar Keberatan

Pasal 19


Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan keberatan dalam hal:


a.
tidak disediakannya Informasi Publik secara berkala;


b.
tidak ditanggapinya permintaan Informasi Publik;


c.
permintaan Informasi Publik ditanggapi tidak sebagaimana yang diminta;


d.
tidak dipenuhinya permintaan Informasi Publik; dan/atau


e.
penyampaian Informasi Publik yang melebihi waktu yang diatur dalam Peraturan Menteri ini.


Bagian Kedua
Prosedur Keberatan

Pasal 20


(1)
Keberatan diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah ditemukannya alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.


(2)
Pengajuan keberatan dilakukan dengan cara mengisi formulir pengajuan keberatan sebagaimana format yang tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


(3)
Keberatan Pemohon Informasi Publik diajukan kepada Atasan PPID.


(4)
PPID wajib mencatat pengajuan keberatan dalam buku register keberatan sebagaimana format yang tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


(5)
Atasan PPID wajib memberikan tanggapan atas keberatan yang disampaikan oleh Pemohon Informasi Publik paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak dicatatnya pengajuan keberatan dalam buku register keberatan.


Pasal 21


(1)
Dalam hal terjadi Sengketa Informasi Publik, Atasan PPID dapat hadir dalam penyelesaian Sengketa Informasi Publik dengan didampingi oleh:



a.
Pejabat pada unit eselon II yang bertugas memberikan bantuan hukum/menangani permasalahan hukum/peraturan pada masing-masing unit eselon I; dan/atau



b.
Pejabat pada unit eselon II yang bertugas memberikan bantuan hukum pada Sekretariat Jenderal.


(2)
Dalam rangka penyelesaian Sengketa Informasi Publik, Atasan PPID melalui Surat Kuasa Khusus dapat memberikan kuasa kepada:



a.
PPID;



b.
Pejabat pada unit eselon II terkait;



c.
Pejabat pada unit eselon II yang bertugas memberikan bantuan hukum/menangani permasalahan hukum/peraturan pada masing-masing unit eselon I; dan/atau



d.
Pejabat pada unit eselon II yang bertugas memberikan bantuan hukum pada Sekretariat Jenderal.


Bagian Ketiga
Tanggapan Atas Keberatan

Pasal 22


Dalam hal Pemohon Informasi Publik yang mengajukan keberatan tidak puas dengan keputusan Atasan PPID, Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan permohonan penyelesaian sengketa Informasi Publik kepada Komisi Informasi Pusat paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya keputusan Atasan PPID.


Bagian Keempat
Pendanaan

Pasal 23


Segala pembiayaan dalam pelaksanaan tugas PPID atau Koordinator PPID dibebankan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran masing- masing unit eselon I tempat PPID atau Koordinator PPID bertugas.


BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 24


Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
         







Ditetapkan di Jakarta







pada tanggal  8 Agustus 2012







MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,















                  ttd.








             
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 8 Agustus 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

             ttd.

AMIR SYAMSUDDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR  792

1. DAFTAR

2. BAYAR

3. LAPOR

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Jasa Konsultan Pajak & Keuangan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger